Balok
Balok adalah anggota struktur yang paling utama mendukung beban luar serta berat sendirinya oleh momen dan gaya geser (MacGregor, 1997, halaman 85).
Dua hal utama yang dialami oleh suatu balok adalah kondisi tekan dan tarik, yang antara lain karena adanya pengaruh lentur ataupun gaya lateral. Padahal dari data percobaan diketahui bahwa kuat tarik beton sangatlah kecil, kira-kira 10%, dibandingkan kekuatan tekannya. Bahkan dalam problema lentur, kuat tarik ini sering tidak diperhitungkan, sehingga, timbul usaha untuk memasang baja tulangan pada bagian tarik guna mengatasi kelemahan beton tersebut, menghasilkan beton bertulang (Wahyudi dan Rahim, 1997, halaman 39).
Apabila penampang tersebut dikehendaki untuk menopang beban yang lebih besar dari kapasitasnya, sedangkan di lain pihak seringkali pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural membatasi dimensi balok, maka diperlukan usaha-usaha lain untuk memperbesar kuat momen penampang balok yang sudah tertentu dimensinya tersebut. Apabila hal demikian yang dihadapi, SK-SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.3 ayat 4 memperbolehkan penambahan tulangan baja tarik lebih dari batas nilai r maksimum bersamaan dengan penambahan tulangan baja di daerah tekan penampang balok. Hasilnya adalah balok dengan penulangan rangkap dengan tulangan baja tarik dipasang di daerah tarik dan tulangan tekan di daerah tekan. Pada keadaan demikian berarti tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok (Dipohusodo, 1994, halaman 85).
Dalam praktek, sistem tulangan tunggal hampir tidak pernah dimanfaatkan untuk balok, karena pemasangan batang tulangan tambahan di daerah tekan, misalnya di tepi atas penampang tengah lapangan, akan mempermudah pengaitan sengkang (stirrup) (Wahyudi dan Rahim, 1997, halaman 60).
Pada gambar di bawah tampak suatu penampang dengan tulangan tekan yang ditempatkan dalam jarak d’ dari serat tekan terluar dan tulangan tarik dalam jarak tinggi efektif d. Diagram regangan yang terjadi dilukiskan dalam gambar selanjutnya, dengan regangan serat tekan beton dianggap telah mencapai regangan maksimum 0,003. Garis netral terletak pada jarak c yang belum diketahui nilainya. Melalui perbandingan segitiga dalam diagram ini, dapat ditentukan besar regangan masing-masing tulangan, yaitu :
dan
pada persamaan di atas a=b1c
Pertama-tama, kedua tulangan AS dan AS‘ diasumsikan telah mencapai tegangan leleh fy maka regangannya adalah :
dan
Bila kedua kondisi persamaan regangan tersebut terpenuhi, tegangan pada baja tulangan menjadi fs = fs’ = fy dengan fs adalah tegangan pada baja tulangan tarik, fs’ adalah tegangan pada baja tulangan tekan, dan fy adalah tegangan lelehnya. Diagram tegangan internalnya dapat dianggap menjadi tiga bagian yaitu :
-
pada daerah tekan beton :
-
Pada daerah tekan baja tulangan
-
Pada daerah tarik baja tulangan
dengan AS‘ dan AS berturut-turut menyatakan luas baja tulangan tekan dan tarik. Berdasarkan keseimbangan horisontal gaya internal CC + CS = T, dihasilkan persamaan :
dengan tinggi blok tegangan adalah :
momen tahanan nominal penampang adalah :
Bila regangan tidak dipenuhi, mungkin tegangan tulangan tekan ataupun tulangan tarik tidak mencapai tegangan leleh materialnya, sehingga dalam hal ini persamaan tersebut tidak berlaku lagi. Untuk dapat menentukan momen ketahanan penampang, regangan aktual harus dihitung. Selanjutnya diperoleh :
kemudian persamaan di atas dapat dirumuskan menjadi :
dan
dengan cara yang sama,
kemudian diperoleh :
Sehingga, momen tahanan penampang menjadi :
Momen disain dapat diperoleh dengan memberikan faktor reduksi tertentu, yang disarankan dalam SK SNI T-15-1991-03 (Wahyudi dan Rahim, 1997, halaman 61-63).
Standar SK SNI T-15-1991-03 pasal 2.2.3 ayat 2 memberikan faktor reduksi kekuatan f untuk berbagai mekanisme, antara lain sebagai berikut :
-
Lentur tanpa beban aksial = 0,80
-
Geser dan puntir = 0,60
-
Tarik aksial, tanpa dan dengan lentur (sengkang) = 0,65
-
Tekan aksial, tanpa dan dengan lentur (spiral) = 0,7
-
Tumpuan pada beton = 0,70
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kuat momen MR (kapasitas momen) sama dengan kuat momen ideal Mn dikalikan faktor f (Dipohusodo, 1994, halaman 41).
Seperti pada tulangan tunggal, keruntuhan tarik atau tekan dapat pula terjadi pada penampang tulangan rangkap. Bila hal tersebut terjadi, keruntuhan tarik dengan pelelehan tulangan lebih disukai daripada keruntuhan tekan dengan kehancuran beton yang mendadak. Keadaan ini dapat dikendalikan dengan memberikan batasan tertentu pada tulangan terpasang. SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.3 menetapkan batasan :
rb adalah rasio imbang (balance ratio) baja tulangan yang bersesuaian dengan penampang tulangan tunggal (Wahyudi dan Rahim, 1997, halaman 64).
Untuk menentukan rasio penulangan keadaan seimbang (rb) digunakan persamaan :
dengan fc dan fy dalam Mpa, b1 adalah konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton (Dipohusodo, 1994, halaman 37).
Standar SK SNI T-15-1991-03 menetapkan nilai b1 diambil 0,85 untuk fc’ £ 30 Mpa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 Mpa kuat beton, dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65 (Dipohusodo, 1994, halaman 31).
(Diambil dari Skripsi Yohan Naftali Bab II)
Leave a Reply