Woman Jailed for Hospital Email Complaint
The 32-year-old woman jailed because she sent her complaint about the hospital to her friends from her private email. What do you think?
Woman in jail for hospital email complaint
By Indonesia correspondent Geoff Thompson
A mother of two young children has been jailed in Indonesia for defaming a hospital through an email she sent to friends.
Prita Mulyasari sent an email to friends complaining about the service she received from the Omni International Hospital on the outskirts of Jakarta.
In the email, Mulyasari accused the hospital of fraud because she was refused access to her medical records to clarify a disputed diagnosis.
Omni pursued legal action, resulting in prosecutors charging Mulyasari with criminal defamation offences, which could send her to jail for up to six years.
She has already been imprisoned for three weeks ahead of a court appearance tomorrow, after losing a civil case to the hospital which saw her fined $6,000.
Human rights groups and 16,000 supporters have joined an online campaign demanding her release.
Source: http://www.abc.net.au/news/stories/2009/06/03/2588607.htm
Source: http://www.facebook.com/topic.php?uid=81385199537&topic=9857
EMAIL ASLI IBU PRITA MULYASARI:
dikutip dari: From: “Sugeng Raharjo”
From: prita mulyasari [mailto. mulyasari@ yahoo.com]
Sent: Friday, August 15, 2008 3:51 PM
To: customer_care@ banksinarmas. com; hendra.goenawan@ banksinarmas. com; Hendra Goenawan; mario pasla; Lesthya theresa; Lucy Juliana Sapri; Andri Nugroho; Anton Ferdiansyah; ADI ATMANTO; Adia Adithiya Pradithama; Cindy Robertha; Credit Card Supervisor; Yusuf Centerix; dekkyharyanto@ yahoo.com; kakak gue; Setiawan Diana; Johan; Nadhya Budhiman; Renny Rosanna; Vanty Valentina
Subject: Penipuan OMNI Iternational Hospital Alam Sutera Tangerang
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya, terutama anak-anak, lansia dan bayi.
Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International.
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000. Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan tapi saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr.Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?), saya kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin pasien atau keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat kuatir karena dirumah saya memiliki 2 anak yang masih batita jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr. Henky saja.
Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya.
Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.
Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.
Dr, Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. Dr. Henky menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya samasekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan complaint tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Ogi (customer service coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada service nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan complaint tertulis.
Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas nama Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000 makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint saya ini tidak profesional samasekali. Tidak menanggapi complaint dengan baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr. Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagiih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace sebagai penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang kerumah saya. Kembali saya telepon dr. Grace dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah, ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali, dirumah saya tidak ada nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya kemana kan ? makanya saya sebut Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr. Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard International yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami, pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Ogi menyarankan saya bertemiu dengan direktur operasional RS Omni (dr. Bina) namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing, benar…. tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dpercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan, semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis, mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr. Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda.
Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
salam,
Prita Mulyasari
http://endonesia-bebas.blogspot.com/2009/06/dukungan-untuk-ibu-prita-mulyasari.html
Hospital Annoucement:
PENGUMUMAN & BANTAHAN
Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan
HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA;
Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: prita.mulyasari@ yahoo.com) kepada customer_care@ banksinarmas. com, dan telah disebarluaskan ke berbagai alamat e-mail lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’;
Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut:
1. Bahwa isi surat elektronik (e-mail) terbuka tersebut tidak benar serta tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya terjadi (tidak ada penyimpangan dalam SOP dan etik), sehingga isi surat tersebut telah menyesatkan kepada para pembaca khususnya pasien, dokter, relasi OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, relasi Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan relasi Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA, serta masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri.
2. Bahwa tindakan SAUDARI PRITA MULYASARI yang tidak bertanggungjawab tersebut telah mencemarkan nama baik OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA, serta menimbulkan kerugian baik materil maupun immateril bagi klien kami.
3. Bahwa atas tuduhan yang tidak bertanggungjawab dan tidak berdasar hukum tersebut, klien kami saat ini akan melakukan upaya hukum terhadap SAUDARI PRITA MULYASARI baik secara hukum pidana maupun secara hukum perdata.
Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut.
Jakarta, 8 September 2008
Kuasa Hukum
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN NELA
RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS
Source: http://bdwiagus.blogspot.com/
Thousands Support Prita Mulyasari
Wednesday, 03 June, 2009 | 11:58 WIB
Source: http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2009/06/03/brk,20090603-179632,uk.html
TEMPO Interactive, Tangerang: There is more support for Prita Mulyasari. A blogger with a similar case, Iwan Piliang, and Nurkholis, members of the National Human Rights Commission visited her yesterday. Prita was at the women’s penitentiary as she is considered disgracing the reputation of the Omni International Hospital and breaking the Electronic Information and Transaction Regulation, Article 27.
“We tried to fight for her,” said Iwan who also experienced the same thing after meeting Prita. Iwan said that there are thousands of people supporting Prita. “I told Prita that there are 2,500 people currently on Facebook giving their support for her,” said Iwan.
There is even a blog that supports Prita. One of the bloggers is the well-known Enda Nasution. Last week, Enda said that the case is a bad precedent for democracy in Indonesia.
Enda said that the case faced by Prita is actually a consumer’s complaint that can be solved peacefully. “Wherever we go, the customer is the king. She complains about the service but why is she being prosecuted,” she said.
Prita has been in the penitentiary since May 13.
Visited by Nurkholis from the Human Rights Commission, Prita looked relaxed but sad when asked about her children.
“I just want to get out quickly so I can hold them,” said Prita.
The 32-year-old woman explained that her complaint about the hospital was sent to ten of her friends from her private email. Nurkholis found the right of a mother and a child that is violated.
Meanwhile, Omni hospital is still giving time for Prita to apologize. “As long as the apology is written,” said the hospital’s attorney, Risma Situmorang, yesterday. Risma explained that Prita has submitted an apology but it was not in writing.
JONIANSYAH | RUDY | RIKY F | VENNIE M | MUSTAFA SILALAHI
Expert Comment:
http://www.ronny-hukum.blogspot.com/
Leave a Reply