Prinsip Malaikat

Ada yang janggal di mata para bankir ketika mencermati business plan awal RealNetworks yang didirikan Rob Glaser pada 1995. Tertulis secara resmi dalam dokumen, perusahaan itu menetapkan kebijakan penyaluran 5% keuntungan bisnis untuk kegiatan amal di yayasannya. 

“Sebentar, Anda benar-benar ingin ada kebijakan ini? Sebab, orang yang mempelajari perusahaan Anda tidak akan menyukai ini,” begitu kata para bankir, mengingatkan Glaser akan kemungkinan reaksi calon investor. Apa yang terjadi kemudian pada RealNetworks? 
Rupanya, sepanjang proses go public, hanya dua kali muncul pertanyaan investor soal amal RealNetworks itu. Seorang investor, mengatakan kepada Glaser, “Saya sudah membaca prospektus Anda bahwa Anda akan memberikan 5% keuntungan untuk lembaga amal. Mengapa Anda tidak berikan saja yang 5% itu kepada para investor dan biarkan mereka memberikannya ke lembaga amal?”

Menjawab pertanyaan itu, Glaser menjelaskan bahwa dia memang ingin mendorong para investor untuk memberi sumbangan ke lembaga amal. “Tapi, begitu uang itu tidak di tangan kami, maka kami tidak bisa mengawasinya. Jika, kami berikan sendiri yang 5% itu kepada lembaga amal, maka kami tahu itu akan berguna untuk tujuan yang positif.”

Investor satunya malah bereaksi sangat positif menyangkut kebijakan amal itu. Investor dari California Selatan, yang punya hubungan dengan sebuah perusahaan investasi besar itu menghubunginya lewat telepon. “Saya akan mempelajari dengan sungguh-sungguh rencana bisnis Anda. Entah keputusannya berinvestasi atau tidak ke perusahaan Anda, tapi fakta bahwa Anda membuat komitmen pada amal itu pasti menjadi pertimbangan yang mendukung, karena saya kira ini luar biasa.”

Sang calon investor menambahkan bahwa pengalamannya dengan masalah amal benar-benar positif. “Siapa pun yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda tidak mungkin melakukan itu pasti salah.”

Fakta pertama yang menarik dari pengalaman RealNetworks adalah bahwa hanya dua investor yang bereaksi terhadap kebijakan amal tersebut. Yang satu, sekadar menanyakan tentang cara penyaluran amal, dan yang lainnya menyatakan sangat mendukung. 

Fakta kedua, RealNetworks kini menjadi perusahaan besar dengan jumlah pegawai 1.594 orang dan pendapatan bersih US$145,22 juta (2006). RealNetworks adalah perusahaan penyedia peranti media Internet (RealAudio, RealVideo dan RealPlayer) yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat. Perusahaan itu juga terkenal karena layanan hiburan online berbasis langganan, seperti Rhapsody, SuperPass, dan RealArcade.

Glaser sendiri, yang lahir pada 16 Januari 1962 dan pernah bekerja di Microsoft, sudah punya harta US$2 miliar saat usianya baru 37 tahun. Dia tercatat sebagai penyumbang individual terbesar ke-22 untuk 527 kelompok pada pemilihan umum AS pada 2004. Jumlah sumbangan lulusan Yale Univesity bidang Ekonomi dan Ilmu Komputer itu mencapai US$2,2 juta ke sejumlah organisasi yang berafiliasi ke Partai Demokrat. 

Perusahaan menyisihkan keuntungan untuk amal memang bukan hal yang aneh. Akan tetapi, seperti kata Glaser, jarang ada yang menuliskan komitmen itu dalam dokumen publik. Apa yang dialami RealNetworks menunjukkan bahwa amal, atau dalam konteks yang lebih luas, filosofi ‘memberi’, ternyata bukan menjadi faktor negatif bagi sebuah bisnis.

Dalam artikel beberapa nomor lalu, saya kemukakan satu hasil survei Majalah Fortune pada Oktober 2006. Di situ terlihat bahwa sekitar satu dari setiap US$10 aset di bawah manajemen investasi di Amerika Serikat (US$2,3 triliun dari US$24 triliun) mengalir ke perusahaan yang tinggi tingkat tanggung jawab sosialnya. Ini ditafsirkan sebagai isyarat bahwa perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial akan mengungguli perusahaan yang tidak. 

Selain itu, menurut laporan The New York Times, sampai tahun 2000, pasar untuk values-driven commerce, mencapai US$230 miliar. Angka itu terus tumbuh dua digit setiap tahun. Ceruk pasar yang dirujuk dalam laporan itu adalah masyarakat konsumen dengan kesadaran memilih produsen atau perusahaan yang memerhatikan tanggung jawabnya pada kepentingan stakeholder, termasuk konsumen dan lingkungan.

Anggukan universal

Pengalaman Glaser, survei Fortune dan laporan New York Times, semua memperlihatkan bahwa filosofi memberi merupakan anggukan universal atas salah satu kecerdasan spiritual manusia. 

Sikap memberi atau peduli pada hakikatnya adalah suatu investasi kepercayaan (trust). Di sini berlaku hukum kekekalan energi, bahwa energi yang diberikan tidak akan hilang, ia hanya berubah bentuk. 

Energi positif (memberi) yang dikeluarkan RealNetworks atau perusahaan lain yang punya tanggung jawab sosial tinggi mengirim sinyal ke para investor bahwa perusahaan-perusahaan itu dijalankan degan integritas. 

Integritas tidak mungkin menipu dan tidak mungkin berbohong. Integritas tidak memerlukan tepuk tangan orang lain. Integritas tidak peduli dengan riuh-rendah sorak -sorai. 

Integritas tidak pamrih, sebab integritas adalah manifestasi dari Prinsip Malaikat (Angle Principle). Pelakunya tidak mengharapkan apa-apa selain catatan kecil dari malaikat yang berada pada bahu kanannya. 

Prinsip itu hanya akan muncul ketika manusia telah menyadari bahwa hidupnya adalah pengabdian kepada Tuhan yang telah menitipkan Sifat-Sifat Mulia dalam dirinya. Sifat-sifat yang menjadi kecerdasan spiritual manusia, dan salah satunya adalah peduli.

Ary Ginanjar Agustian
Pendiri dan Pemimpin 
ESQ Leadership Center
Penemu ESQ Model
Penulis buku best seller ESQ Emotional Spiritual Quotient The ESQ Way 165

Sumber: http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-minggu/manajemen/1id70609.html

Yohan Naftali
http://yohanli.com

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.